imam Malik yang bernama lengkap
Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman
bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712 M dan
wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial
tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya
adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke
Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama
Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ilmu yang sangat terkenal.
Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah.
Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk
mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota
dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya. Kendati
demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut
satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar
biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat
intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan,
katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia. Karena keluarganya ulama ahli
hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan
paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal
seperti Nafi' bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa,
Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah
Abdurrahman bin Hurmuz, tabi'in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat;
juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi. Dalam usia muda, Imam Malik telah
menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh
hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai
dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma'mun, pernah jadi murid Imam
Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i pun pernah menimba ilmu
dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah
riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang. Ciri
pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid
kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan
ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu
kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam
marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.''
Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan
pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik
menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far,
gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah
Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai'at (janji
setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun
merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai'at kepada khalifah yang
mereka tak sukai. Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai'at
tanpa keikhlasan seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja'far meminta Imam
Malik tak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur
Ja'far merasa terhina sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera
Imam Malik sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak
keliling Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja'far seakan mengingatkan
orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat menghalangi kehendak sang
penguasa. Namun, ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan
keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim
utusan untuk menghukum keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada
sang imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di
ibukota Baghdad
dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar
untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam
Malik lebih suka tidak meninggalkan kota
Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi keluar Madinah kecuali
untuk berhaji. Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di
seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan
Kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang
sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan
khalifah apabila menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun
Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya ia
sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat
duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya. Al Muwatta'
adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang
tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di
kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai
memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci
kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat. Menurut beberapa
riwayat, sesungguhnya Al Muwatta' tak akan lahir bila Imam Malik tidak
'dipaksa' Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam
Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan
melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut,
akhirnya lahirlah Al Muwatta'. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru
selesai di masa Al Mahdi (775-785 M). Dunia Islam mengakui Al Muwatta' sebagai
karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan
himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul
terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat
penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain
Al Muwatta', Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi
fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan. Imam Malik tak
hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan
Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik
dan Al Muwatta', kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid
wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al
Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al
Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi) dan Bulgah as
Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama
mazhab Maliki. Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini
juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum.
Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah
Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah
(amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah
(kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu). Mazhab
Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia,
Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang
disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas
penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan
Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini
satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki. - Tokoh Ilmuwan
Penemu - http://tokoh-ilmuwan-penemu.blogspot.com/2009/08/tokoh-imam-mazhab-maliki.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar