Penghimpun dan penyusun hadith terbaik kedua setelah Imam
Bukhari adalah Imam Muslim. Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin
al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang
kitab As- Shahih (terkenal dengan Shahih Muslim). Ia salah seorang ulama
terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini. Ia dilahirkan di Naisabur
pada tahun 206 H. menurut pendapat yang shahih sebagaimana dikemukakan oleh
al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya 'Ulama'ul-Amsar. Ia belajar hadith sejak
masih dalam usia dini, yaitu mulaii tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Iraq, Syam,
Mesir dan negara-negara lainnya. Dalam lawatannya Imam Muslim banyak
mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadith kepada mereka. Di Khurasan,
ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru
kepada Muhammad bin Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak ia belajar hadith kepada
Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa'id bin
Mansur dan Abu Mas'Abuzar; di Mesir berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah
bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadith yang lain. Muslim berkali-kali
mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulamaulama ahli hadith, dan
kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari datang ke
Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui
jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan
Az-Zihli, ia bergabung kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab
terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Shahihnya maupun dalam kitab
lainnya, tidak memasukkan hadith-hadith yang diterima dari Az-Zihli padahal ia
adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan
hadith dalam Shahihnya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal iapun sebagai
gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan
ke dalan Shahihnya hadith-hadith yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan
tetap mengakui mereka sebagai guru. Selain yang telah disebutkan di atas,
Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya : Usman
dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil
al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an- Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin
Yassar, Harun bin Sa'id al-Ayli, Qutaibah bin Sa'id dan lain sebagainya. Imam
Muslim wafat pada Minggu sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu
daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya
: � Al-Jami' as-Shahih (Shahih Muslim).� Al-Musnadul Kabir (kitab yang
menerangkan nama-nama para perawi hadith).� Kitabul-Asma' wal- Kuna.� Kitab
al-'Ilal.� Kitabul-Aqran.� Kitabu Su'alatihi Ahmad bin Hambal.� Kitabul-Intifa'
bi Uhubis-Siba'.� Kitabul-Muhadramin.� Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.�
Kitab Auladis-Sahabah.� Kitab Awhamil-Muhadditsin. Apabila Imam Bukhari
merupakan ulama terkemuka di bidang hadith shahih, berpengetahuan luas mengenai
ilat-ilat dan seluk beluk hadith, serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim
adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya
maupun dalam keutamaan dan kedudukannya. Imam Muslim banyak menerima pujian dan
pengakuan dari para ulama ahli hadith maupun ulama lainnya. Al-Khatib
al-Baghdadi berketa, "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperhatikan
ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya." Pernyataan ini tidak bererti
bahawa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, ia mempunyai ciri khas dan
karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum
pernah diperkenalkan orang sebelumnya. Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahawa
di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadith hanya empat orang;
salah satu di antaranya adalah Muslim (Tazkiratul Huffaz, jilid 2, hal. 150).
Maksud perkataan tersebut adalah ahli-ahli hadith terkemuka yang hidup di masa
Abu Quraisy, sebab ahli hadith itu cukup banyak jumlahnya. Di antara
kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih
tetap beredar hingga kini ialah Al-Jami' as-Shahih, terkenal dengan Shahih
Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling shahih dan
murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Shahih ini diterima baik oleh segenap
umat Islam. Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti
dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadith-hadith yang diriwayatkan,
membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan
hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan
adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedemikian rupa,
maka lahirlah kitab Shahihnya. Bukti konkrit mengenai keagungan kitab itu ialah
suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang
pernah didengarnya. Diceritakan, bahawa ia pernah berkata: "Aku susun
kitab Shahih ini yang disaring dari 300.000 hadith." Diriwayatkan dari
Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun
kitab Shahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadith. Dalam
pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahawa jumlah hadith
Shahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadith. Kedua pendapat tersebut dapat
kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadith-hadith yang
berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung
hadith-hadith yang tidak disebutkan berulang. Imam Muslim berkata di dalam
Shahihnya: "Tidak setiap hadith yang shahih menurutku, aku cantumkan di
sini, yakni dalam Shahihnya. Aku hanya mencantumkan hadith-hadith yang telah
disepakati oleh para ulama hadith." Imam Muslim pernah berkata, sebagai
ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: "Apabila penduduk
bumi ini menulis hadith selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan
berputar-putar di sekitar kitab musnad ini." Ketelitian dan kehati-hatian
Muslim terhadap hadith yang diriwayatkan dalam Shahihnya dapat dilihat dari
perkataannya sebagai berikut : "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadith
dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu
hadith daripadanya melainkan dengan alasan pula." Imam Muslim di dalam
penulisan Shahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun
judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebahagian naskah Shahih Muslim
yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian.
Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika
babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya. Sumber : Kitab Hadith Shahih yang
Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah. - Tokoh Ilmuwan Penemu –
SUMBER
http://tokoh-ilmuwan-penemu.blogspot.com/2009/08/tokoh-imam-ahli-hadits-muslim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar