Intisari Ajaran Syekh Siti Jenar
“Ingsun menyaksikan pada zat-ingsun sendiri, dengan pernyataan, tak ada Tuhan
melainkan Ingsun, dan menyaksikan pula bahwa Ingsun mempunyai utusan
bernama Muhammad.
Ingsun adalah sebenar-benarnya bernama Allah; Allah adalah badan
Ingsun. Rasul itu rahasia Ingsun; Muhammad itu cahaya Ingsun, ya Ingsun yang
hidup tak kena maut; Ya Ingsun yang selalu ingat tanpa mengenal lupa; ya Ingsun
yang abadi; ya Ingsunlah yang terang penglihatannya, bahwa Ingsun mengetahui
segala gerak-gerik dan tingkah laku makhluknya dimana dan saat kapanpun.
Ingsun tak kenal khilaf, Ingsun yang maha menjadikan dan mengakhiri. Yang
berkuasa secara bijaksana dan terbuka dengan tiba-tiba sempurna dan terang
tetapi tak nampak sedikitpun gambaran yang serupa, melainkah Ingsun saja yang
meliputi semesta hanya dengan kodrat Ingsun.” (sumber menurut : M. Hari
Soewarno)
Perhatikan
kata Ingsun yang sebenarnya tak boleh diucapkan untuk pribadinya, tetapi oleh
Syekh Siti Jenar diucapkan seolah-olah dia sudah benar-benar sama dengan Tuhan.
Sehingga Ingsun ditulis dengan Huruf Besar. Penyataan
ini diucapkan atau dilahirkan oleh sang Guru itulah
yang sebenarnya dilarang oleh para wali.
MENYADAP ILMU
SEJATI DI GIRI KEDATON
Dalam
sumber lain disebutkan bahwa Syekh Lemah Abang pernah berguru kepada Sunan Giri
di Giri Kedaton atau Giri Gajah. Tetapi karena kelakukannya yang tidak senonoh
yaitu suka mempelajari ilmu karang atau ilmu sihir maka ia tidak termasuk
murid-murid terpilih. Sebab ilmu sihir yang mengandalkan bantuan jin dan setan
itu dilarang oleh agama Islam.
Murid-murid
yang terpilih artinya murid yang diperkenankan ikut mempelajari Ilmu Sepuh atau
Ilmu Tua, yakni Ilmu Hak Sejati.
Tapi
Syekh Lemah Abang tidak kekurangan akal. Ia tetap ingin mengikuti pelajaran
tingkat tinggi itu secara sembunyi-sembunyi. Yaitu dengan jalan mengerahkan
ilmu sihir sehingga tubuhnya nejadi seekor cacing.
Ia
mengikuti wejangan Sunan Giri, tapi karena dasar batinnya tidak jernih maka apa
yang diserapnya jauh dari apa yang dimaksudkan oleh Sunan Giri.
Selanjutnya
ia membuka perguruan, banyak murid-muridnya yang berdatangan untuk berguru
kepadanya. Diantaranya adalah Ki Ageng Pengging. Lontang Asmara, Pangeran
Panggung, dll.
Namun
karena pada mulanya ia menyadap ilmu dengan cara tidak benar maka ajaran yang
disampaikan pun ajaran yang tidak benar.
Inti
ajaran ini adalah Pantheisme atau manunggaling Kawula Gusti. Jadi dia sendiri
telah mengaku bersatu dengan Tuhan.
MENGAKU DIRI
SEBAGAI TUHAN
Syekh
Siti Jenar sudah tidak mau lagi datang ke mesjid Demak. Kemudian dilanjutkan
dengan tidak mau Sholat Jum’at. Bahkan tidak mau mengerjakan Sholat Lima Waktu.
Murid-muridnya tentu saja turut kelakuan gurunya.
Tentu
saja ajaran ini ditentang oleh para wali. Syekh Siti Jenar diberi peringatan
namun tetap menyebarkan ajaran yang sesat itu. Padahal para wali sedang
gencar-gencarnya menyiarkan agama Islam sesuai dengan Mazhhab Imam Syafii.
Sholat adalah tiang agama, jika sholat sudah ditinggalkan pemeluk agama Islam berarti
telah merobohkan agama Islam itu sendiri.
Syekh
Siti Jenar dipanggil oleh Sunan Giri untuk diajak musyawarah.
Utusan
Sunan Giri bernama Santri Kodrat dan Malang Sumirang datang menyampaikan
panggilan.
Tuan
Siti Jenar diharap datang ke Giri Kedaton kata sang utusan.
Siti
Jenar tidak ada, yang ada hanyalah Tuhan yang Maha Esa, jawab Syekh Siti Jenar
dari dalam rumah.
Utusan
yang sudah dibekali ilmu mantiq itu berkata dengan cerdiknya. Kalau begitu
Tuhan yang dipanggil ke Giri Kedaton.
Syekh
Siti Jenah berulah, Sekarang Tuhan tidak ada. Yang ada Siti Jenar.
Utusan
cepat berkata, ya, Siti Jenar yang ada dipanggil ke Giri Kedaton.
Syekh
Siti Jenar menjawab lagi Tuhan tidak memperkenankan Siti Jenar……
Utusan
pun tidak mau kalah, cepat dia berkata: kalau begitu Tuhan dan Siti Jenar
diminta datang ke Giri Kedaton.
Di
dalam sidang ternyata Syekh Siti Jenar tidak mau merubah pendapatnya bahwa dia
mendakwakan dirinya Tuhan. Tak perlu mengerjakan Sholat lagi dan tidak ada
gunanya syariat. Itu hanya basa basi yang ada hanya hakekat demikian kata Syekh
Siti Jenar.
Sunan
Kalijaga menyahut, karena itukah tuan Siti Jenar tidak mau mengerjakan sholat?
Apa
gunanya sholat? Tukas Siti Jenar. Allah dan Siti Jenar sudah bersatu. Kalau
Siti Jenar menyembah Allah, itu berarti Allah menyembah Allah.
Itu
ajaran sesat. Jangan hanya mementingkan hakekat. Harus penuhi syariat supaya
mesjid tidak kosong dari para jama’ah, kata Sunan Giri.
Siti
jenar tetap ngotot dengan pendiriannya. Itu namanya hanya berbuat kesia-siaan. Kalu
umur ini hanya dipergunakan untuk sholat berarti waktu hanya habis untuk
bersopan santun. Itu ilmunya orang bodoh dan kafir. Kalau orang itu betul-betul
pasrah pada hakekatnya adalah persatuan Kawula Gusti.
Sunan
Kalijaga cepat menanggapi perkataan Siti Jenar, itu ajaran sesat. Persis ajaran
AL-Halaj di bagdad yang berpaham wihdatul Wujud, mengaku dirinya Tuhan Allah.
Bila ajaran ini dibiarkan berlarut-larut maka akan membahayakan umat Islam di
tanah jawa. Padahal iman mereka baru saja kita bina. Jika ajaran ini menyebar
luas, umat Islam pasti akan terpecah belah.
Nabi
Muhammad adalah Rasul terpilih, terjaga kesuciannya, namun beliau masih tetap
melakukan syariat. Tekun mendirikan sholat. Ini Syekh Siti Jenar yang tidak
diketahui asal-usulnya dengan jelas berani mengaku dirinya Tuhan dan tidak mau
sholat. Jelas dia bermaksud merusak agama Islam yang kita syiarkan.
Akhirnya
sidang para wali yang diketuai oleh Sunan Giri selaku Mufti tanah jawa
memutuskan hukuman mati bagi Siti Jenar. Tetapi para wali cukup bijak. Siti
Jenar diberi waktu setahun untuk merenung dan bertobat. Siapa tahu dalam waktu
1 tahun itu dia akan menyadari kesalahannya.
Selama
1 tahun sunan Kalijaga mendapat tugas mengawasi gerak gerik Siti Jenar.
Ternyata Siti Jenar tidak berubah. Dia tetap berfaham Wihdatul Wujud atau
manunggaling Kawula Gusti. Persatuan hamba dengan Tuhannya. Maka setelah lewat
1 tahun hukuman mati itupun dilaksanakan. Bertindak sebagai pelaksana adalah
Sunan Kudus selaku Senopati Waliullah.
Walaupun
Siti Jenar telah mati, tapi murid-murid nya masih banyak. Diantaranya adalah
Kebo Kenanga atau Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Tingkir, Lontang Asmara, dll.
Mengapa
di babad tanah jawa dilukiskan Sunan Kudus seolah-olah membela Arya Penangsang?
Karena Sunan Kudus tahu bahwa jalur pewaris ketiga tahta Demak yang sah adalaha
ayahanda Arya Penangsang yang bernama Pangeran Seda Lepen. Tetapi ayah Arya
Penangsang ini dibunuh oleh anaknya Sultan Trenggana. Kemudian Sultan Trenggana
mengambil Jaka Tingkir Putera Ki Ageng Pengging sebagai menantunya. Padahal Ki
Ageng Pengging adalah murid syekh Siti Jenar. Jaka Tingkirpun dengan setia
menganut paham Manunggaling Kawula Gusti.
Maka
dalam sengketa Jipang-Panjang atau Jaka Tingkir dan Arya Penangsang. Sunan
Kudus yang pernah menghukum mati Siti Jenar itu berpihak kepada Arya
Penangsang. Karena Arya Penangsang adalah muridnya yang setia menganut faham
ahlussunnah.
Ajaran-ajaran
Siti Jenar yang dimasa Raden Patah dilarang keras, pada jaman Sultan Hadiwijaya
(gelar Jaka Tingkir setelah jadi Raja Pajang) dijadikan ajaran resmi kerajaan.
Ajaran ini terus berkembang hingga awal kebangkitan Mataram dibawah Panembahan
Senopati hingga puncak kejayaan Mataram dibawah Sultan Agung.
Pengganti
Sultan Agung adalah susuhunan Amangkurat 1. Dia tidak mau kalah dengan gelar
para wali yang disebut Sunan, dia menambahkan kata Su lagi dari kata Sunan
sehingga menjadi Susuhunan yang artinya harus dijunjung tinggi. Amangkurat
artinya yang memangku dunia. Dia menanamkan ajaran kepada rakyat bahwa kepada raja
harus takut seperti takutnya pada Tuhan.
Seperti
tersebut dalam sejarah, kehidupan Amangkurat 1 ini penuh dengan huru-hara. Demi
kenikmatan dunia ia rela menjual negaranya kepada kompeni Belanda. Padahal
Sultan Agung sangat anti kepada Belanda.
Amangkurat
menganggap dirinya Tuhan sehingga boleh berbuat apa saja seenaknya. Baru satu
tahun ia berkuasa sudah banyak menimbulkan korban. Pangeran Alit dan
Cakraningrat 1 dari Madura dibunuh tanpa suatu alasan yang jelas.
Ketika
seorang selirnya yang cantik meninggal dunia ia langsung membunuh 43 selirnya
yang lain, dengan alasan 43 selirnya itu sengaja meracuni Ratu Malang selirnya
yang paling cantik itu.
Saudaranya
yang lain yaitu Pangeran Pekik dibunuh beserta seluruh keluarganya secara
kejam. Pendek kata kekejamannya hampir sama dengan Raja Firaun. Tentu saja ini
menimbulkan reaksi keras dikalangan rakyat.
Timbullah
suara-suara sumbang tentang dirinya.
Dalam
suasana yang keruh ini ada pihak-pihak yang sengaja memanfaatkannya. Mereka
adalah para kaki tangan Raja yang sangat benci pada Dinasti Demak dan Giri
Kedaton. Sebagaimana diketahui Demak dan Giri Kedaton adalah kekuatan utama
yang menyangga kelangsungan aliran ahlussunnah. Sementara raja Amangkurat
pendukung utam aliran syi’ah yang telah bercampur dengan faham kejawen.
Orang-orang
syiah kejawen itu menghasut raja bahwa yang menimbulkan isu tidak puas
dikalangan masyarakat adalah para ulama dari Giri Kedaton. Semua orang mau
menghormat kepada Raja dengan cara membungkuk dan menyembah kakinya. Hanya para
ulama Giri Kedaton yang tidak mau melakukan penghormatan seperti itu. Maka
Sunan Amangkurat memerintahkan kaki tangannya untuk mengumpulkan para ulama
Giri Kedaton dan yang erat kaitannya dengan Giri Kedaton.
Sebanyak
6000 Ulama Ahlussunnah dikumpulkan di alun-alun, dibantai secara keji dihadapan
Sunan Amangkurat 1. Inilah bukti sejarah hitam dari penganut faham syiah
kejawen warisan Siti Jenar yang mengajarkan persatuan hamba dengan Tuhan.
Kenapa
merasa dirinya itu Tuhan, maka Sunan Amangkurat tega berbuat apa saja termasuk
membantai 6000 Ulama Ahlussunnah.
Bagus gan. Lanjutken!
BalasHapus